Cuilan Kisah Masa Bocah (3) : Lihat, Aku Menahkodai Titanic!
Seringkali
kenangan-kenangan kecil dapat jadi peneman sunyi hati, peneguh iman,
dan penguat juang. Masa inilah satu penentu penting pribadi kita
kini. Bertumbuk-tumbuk memori baru datang, janganlah lekangkan
kisah-kisah kanak kita. Beranjak dari lampaulah, maka saat ini jadi
lebih berarti....
* * *
Kita
pasti ingat betul kalau dulu ketika kecil, rasanya setiap detik
adalah waktu bermain buat kita. Mulai dari terbangun tidur sampai
beranjak ke kasur lagi, tak ada waktu yang terlewat tanpa dapat
dijadikan waktu bermain. Yang menyenangkan, yang tak bisa ditinggal.
Bahkan
ketika harus mandi pagi pun, sampo atau apapun di kamar mandi bisa
dijadikan alat main. Entah pura-puranya ada kapal, pura-puranya kita
jadi nahkoda, atau imajinasi lain. Sampai ibu mengomel dari luar
pintu, baru kita bergegas menyelesaikan mandi kalau tak ingin omelan
ibu berakhir tanpa jajan ke sekolah. (Sayang, padahal saat itu kapal
Titanic yang kunahkodai sedang seru-serunya menabrak karang es dan di
ujung nyawa untuk tenggelam).
Dulu
sehelai selimut panjang dan dua kursi bersandar dari ruang makan
dapat disulap jadi kemah. Bermodal senter dan beberapa orang teman,
kita berjubel di dalam selimut (yang sudah terbentang diantara
kursi), menyalakan senter, lalu tertawa tertahan membayangkan
suasasana malam yang menyelimuti luar “kemah” dengan kita
terkungkung di tengah hutan. Merinding rasanya,tapi seru! Lalu
biasanya batere senter langsung habis hari itu dan papa pasti tahu
siapa yang harus dia marahi.
Dulu
sebuah kotak pensil dan beberapa penghapus dapat disulap jadi truk
dan mobil-mobil sedan atau kijang. Kita akan membayangkan menjadi
seorang pengendaranya saat guru tak masuk ke kelas. Membunuh waktu,
alih-alih mengerjakan tugas sekolah, lebih asyik bermain mobil,
dengan kotak pensil. Lalu biasanya guru akan mencak-mencak ketika tak
ada satu soal pun terjawab dari tugas yang diberikan sebelumnya.
Dulu
lamunan saat dipaksa tidur siang oleh ibu dapat merembet kemana-mana.
Tak hanya khayalan tentang negri dongeng, tapi juga negri-negri lain
yang terbayang dari tontonan kartun. Lebih menarik dibanding mimpi.
Namun
bertambahnya umur ternyata mengikis imajinasi itu sedikit demi
sedikit. Mengkotak-kotakkan khayalan itu tak ubahnya terali besi.
Bukan lagi negri dongeng tanpa batas.
Kini,
sehelai selimut tak ubahnya hanya pelindung badan dari dingin. Kini,
sebuah kotak pensil tak lebih dari penyimpan alat tulis agar tak
berserak. Kini, lamunan saat tidur hanya berkutat seputar deadline
tugas dan masalah kantor.
Kini,
bagi kita imajinasi itu aneh. Khayalan itu hanya membuang waktu.
Kursi tak lebih hanya sebuah tempat duduk. Tak boleh ada fungsi lain,
tak boleh ada khayalan lain karena khayalan itu racun, doktrin kita.
Hanya membuat pikiran terkotak. Pikiran bahkan lebih rumit dari
sebuah labirin.
Sepertinya
ruang otak terlalu kecil untuk masalah-masalah hidup yang terasa
mulai nyata, mulai penuh.
Padahal
dulu, pikiran itu bahkan lebih luas dibanding langit dan bumi.
* * *
Sumber gambar : http://jennaleeauclair.deviantart.com/art/Depths-of-Imagination-353057632
Komentar
Posting Komentar