Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Namanya Keling

Kami memanggilnya Keling. Orangnya pendiam, kecil, ceking, hanya berbalut kulit legam tanpa daging. Badannya tak pernah berbaju, sekalipun. Jadi rusuknya yang kering tertonton kemana-mana tiap ia berjalan di depan rumah-rumah kami. Bukan seperti bapak-bapak berperut buncit yang berjalan bangga menonjolkan bulat perutnya tanpa baju, Keling selalu berjalan tertunduk. Tapi walaupun selalu menatap tanah saat berjalan, kakinya tak pernah lurus berjalan,   terantuk-antuk. Seringkali sampai terjatuh. Itu karena kakinya pun tak pernah beralas, sekalipun. Kata orang-orang, Keling tak berpendidikan. Jadi kau tak boleh dekat-dekat dengannya. Orang yang tak bersekolah hanya akan merusak otak. Sekali kau bertukar pikiran dengannya, akal cerdasmu akan langsung mengerut, lapuk mengering. Rumah kecil Keling yang berdinding papan berdiri diantara rimbun ilalang halaman yang tak pernah dipangkas, persis di depan sekolah. Tinggi gulma-gulma disana bahkan bisa menyembunyikan

Aku Sempurna

Gambar
Semua mendambakan kesempurnaan, dalam dunia yang menurutnya tidak sempurna. Jika dunia ini saja menurutnya tak sempurna, apa yang mereka harap Tuhan berikan padanya? Kesempurnaan? Pepatah mengatakan, rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau. Entahlah tetangga yang mana. Pastinya buat sebagian besar dari kita, melihat orang lain dan membandingkannya dengan diri sendiri adalah hal yang umum. Jikalau tubuh kita pendek, maka mata akan melirik iri orang lain yang tingginya menjulang seperti galah. Atau jika kulit kita gelap, maka mata akan memicing sebal melihat orang lain yang berkulit terang layaknya model iklan sabun dari Korea. Wajar memang karena manusia--kabarnya--tak pernah puas. Topik ini memang umum, semua orang punya keinginan yang sama tentang kesempurnaan, bahwa mereka semua menginginkan itu. Semua orang mendambakan kesempurnaan. Tapi, apa semua orang punya konsep yang sama? Tentang sempurna dan kebalikannya? Mari