Ketenangan Hidup

Apa itu cita-cita? Sebagian kami menjawab cita-cita itu adalah tujuan hidup, titik terang dalam lorong gelap panjang kehidupan mereka. Sebagian kami yang lain berceloteh bahwa cita-cita adalah proyeksi kekaguman pada sesuatu, seseorang, atau apapun yang berujung pada sebuah pengabdian atau profesi. Atau apalah yang terlihat mengagumkan di mata kami. Lalu buat sebagian kami lagi, cita-cita hanyalah jawaban singkat satu kata atas pertanyaan sang guru, “Apa cita-citamu Nak?”

Dan aku tak pernah menjawab pilot. Dan aku tak pernah menjawab presiden. Dan aku tak pernah menjawab insinyur. Karena bukan itu yang jiwaku butuh.

Aku menjawab, “Menjadi tenang, mungkin,” dalam hati. (Saat semua dulu tak menganggapku kawan, saat semua dulu tak menganggapku lawan. Saat semua dulu hanya menganggapku guyonan).

Kemudian beranjak kaki melangkah, mengayun perlahan lalu berganti cepat, aku menyusuri waktu. Aku menyusuri lorong gelap hidup. Dengan obor, dengan mata batin.

“Mana ketenangan hidup itu?” tanyaku gusar, mata nanar menatap sekitar.

Lalu angin membawa liukan api oborku menari, mengikuti tarian angin. Membawa kami ke jalan ini. Jalan yang tanpa kelok.

Lalu cita-citaku mulai berujud titik terang di lorong gelap itu.

Aku mulai menguntai senyum. Melatih tawa dan tergelak bersama.

“Apa gerangan yang membuatmu tertawa?” tanya sang guru lagi.

“Ketenangan hidup,” jawabku. Dalam hati.



Jakarta, 4 Februari 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuilan Kisah Masa Bocah (4) : Kebun-kebun Masa Kecil Kami

Ayo, Ceritakan Liburanmu!

Cuilan Kisah Masa Bocah (5) : Aku Sudah Berkepala Dua