Mereka Wanita-wanita Hebat!

4 Juni 2011, 1:11


Dari awal tayangan itu muncul, aku sudah begitu terpukau olehnya. Wajahnya penuh percaya diri, cara jalannya sungguh gemulai, cara bicaranya amat meyakinkan, dan pemikirannya menyiratkan wanita berkarakter. Dan di akhir tayangan, tak mengejutkan buatku jika ke dirinyalah mahkota itu akhirnya tersampir. Sungguh, wanita yang amat menginspirasi. Congrats, Puteri Indonesia 2011!

Aku tahu ini bukan bulan april. Tapi, tak ada salahnya bukan kita membahas sedikit tentang kaum Hawa yang empowering? Tentang wanita-wanita yang hidupnya amat berarti buat orang-orang sekitarnya dan wafatnya pun dipenuhi kehilangan.

Dunia mencatat sejak dulu telah lahir berjuta-juta wanita berjiwa kuat yang akhirnya amat berpengaruh bagi dunia. Pemikiran mereka bertahun-tahun lebih maju dibanding zamannya, perjuangan mereka berkali-kali lebih gigih dibanding orang lain sekitarnya, dan hati mereka  lebih lembut dibanding belaian angin lembah.  

Dulu, ada Siti Hajar yang dengan keikhlasannya ditinggal di padang tandus tanah Mekkah, lahirlah kemegahan Jazirah Arab yang terkenal hingga kini. Jika tidak karena keikhlasannya, mungkin tak lahir Rasulullah Muhammad SAW di tanah Mekkah yang agama ajarannya kini merambah dunia. Juga, jika tidak karena keikhlasannya, mungin tak akan ada air Zam-zam yang sampai kini menjadi mata air yang belum pernah habis, yang airnya pun penuh manfaat. Mungkin itu balasan Allah bagi keikhlasan Siti Hajar.

Dulu, ada Khadijah, istri Rasulullah yang amat dicintai Rasul. Beliaulah, Khadijah, yang menenangkan Rasul saat Jibril datang tuk pertama kali. Beliaulah yang terus mendukung Rasul menyebarkan agama. Istri yang meneduhkan Rasul dengan wajahnya, teladan istri yang tak akan rapuh dilindas zaman. Contoh istri teladan bagi wanita kini.

Dulu, tak jauh beberapa puluh tahun ke belakang, ada Bunda Teresa yang selama hidupnya berbagi dengan kaum papa. Rela nelangsa demi fakir miskin. Membantu kebutuhan pokok mereka semampunya. Sampai akhir hayatnya pun kebaikan itu tak jenuh terngiang.

Dulu, juga ada banyak wanita-wanita hebat lainnya.

...

Kini, aku melihatnya disekitarku. Wanita-wanita hebat lain.

Ada Ibu Tiana Milanda. Kalian tahu siapa beliau? Beliau dosen favoritku (juga favorit banyak mahasiswa farmasi Unpad lainnya). Beliau satu-satunya dosen yang entah kenapa dapat membuatku semangat belajar, duduk di kelas bukan hanya untuk sebuah huruf A atau B. Membuatku berpikir bahwa ilmulah yang membawamu memeluk dunia. Gaya mengajarnya paling menyenangkan buatku dibanding dosen lainnya. Tak akan bosan aku duduk berlama-lama mendengar celotehnya. Tentang kuliah, tentang pengalamannya.
Dari luar ia terlihat cerdas dan berilmu. Pantang menyerah, gigih (kau tahu, beliau ahli bioteknologi dan berurusan dengan satuan nano dan selama berkutat dengan PCR pastilah membuatnya pribadi yang sabar, tekun, dan teliti). Aku harap beliau akan terus berkarya, mengajar, dan berbagi ilmu.

Kemudian ada si ibu penjual nasi kuning yang tiap pagi berjalan mengitari Jatinangor (tempat aku berdomisili selama kuliah) sambil membawa-bawa bakul jualannya. “Naaaassiiii kuniiiiiing, Nceeeeeep, gorengan, nasi kuniiiiiing....” begitu kornya tiap pagi. Berjalan dari satu kosan ke kosan lain. Tak pernah lepas senyum di wajahnya walau tolakan halus yang ia dapat.

Hampir tiap pagi itu pula aku berpapasan dengannya. Sapaan itu pun tak pernah lupa terucap olehnya, “Ke kampus, Ncep?” tanya si ibu. “Iya bu,” jawabku pelan sambil tersenyum sekadarnya. Menyesal juga tak membalas senyum semangatnya dengan paling tidak senyum yang sama.

Pemain Timnas atau pemain MU mungkin akan kalah bugar dengan si ibu ini. Kau lihat kakinya? Berotot. Bukti kerja kerasnya, banting tulangnya mencari nafkah. Aku tak tahu seperti apa keluarganya, tapi yang pasti amat durhakalah anaknya jika tak hormat pada ibu yang sebertanggung jawab itu.

Kemudian wanita lainnya, dan ini wanita paling berpengaruh dalam hidupku: Mama.

Hampir tiap hari beliau bangun lebih awal dari suami dan anak-anaknya, menyiapkan sarapan lebih cepat dari kokokan ayam tetangga, dan menyiapkan lauk siang lebih cepat dari gerakan kami mengambil handuk mandi. Mamaku pulang agak sore dari bekerja dan perlu menyiapkan lauk siang untuk anak-anaknya.

Mamaku orang paling pembersih sedunia. Risih telapak kakinya menginjak debu di lantai dan gatal matanya melihat debu di kaca jendela. Tanpa komando, debu-debu itu pun langsung hilang tak berbekas.

Mamaku paling jago memasak. Cukup melihat isi kulkas sekali, ia langsung tahu menu apa yang enak untuk hari ini. Mamaku paling pintar mengatur uang. Mamaku paling pintar merawat bunga. Mamaku paling jarang sakit (setahuku ia cuma pernah sakit chikungunya). Mamaku orang paling tabah. Mamaku adalah segalanya.

Wanita paling berarti dalam hidupku. Wanita yang menyemangatiku selalu untuk tak lelah bergelut dengan skripsi, wanita yang menasehatiku selalu untuk tak boleh lepas dari Allah dalam segala urusan.

Mama, Aku, dan Irul (entah berapa tahun yang lalu)

Mama, aku kangen. Andai kau punya facebook. Aku tak biasa beromantis ria langsung padamu. Tulisan inilah ungkapan gamblangku yang pertama. Selama ini, sayang dan terima kasih ini tersimpan dalam hati, hanya tersampaikan lewat doa. Semoga selanjutnya unjuk cinta ini akan makin terbuka, agar engkau tahu aku tak akan pernah lupa jasamu.

Untuk Mama aku bertahan.

Untuk Mama aku perjuangkan asa ini.

Untuk wanita-wanita yang hebat, aku persembahkan tulisan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuilan Kisah Masa Bocah (4) : Kebun-kebun Masa Kecil Kami

Ayo, Ceritakan Liburanmu!

Cuilan Kisah Masa Bocah (5) : Aku Sudah Berkepala Dua