Sahabat Keyboard


Friend request itu terlihat berbeda. Diantara empat request lain di akun facebook-ku dengan nama-nama akun yang centil dan aneh, nama akun ini terbaca lebih normal.
Tak akan kukonfirmasi request ini kalau bukan jawaban pesannya, “Saya cuma ingin menambah teman baru dari berbagai daerah dan usia. Kalau Anda tidak keberatan. Salam kenal...:)” ketika aku mengirimnya pesan, bertanya dimana kita pernah bertemu, atau apakah Anda teman lama saya? Mungkin saya lupa,” begitu isi pesanku. Tak tega menolak permintaannya karena foto profilnya terlihat ramah, duduk mengumpul bersama 2 anak perempuan manis dan seorang wanita paruh baya berkerudung. Keluarganya pasti, pikirku dalam hati.
Dan sejak itu aku dan dia berteman. Bertukar sapa di pagi hari, saling memberi semangat.
“Halo sahabat keyboard!” sapanya suatu ketika.
“?”
“Dulu ada sahabat pena, maka kini ada sahabat keyboard #kecuali kalau layar komputernya touchscreen,” balasnya. Aku hanya tersenyum geli. Sahabat keybord? Boleh juga.
Hingga berbulan-bulan kemudian sapaan itu makin akrab. Bercanda ala warung kopi, saling meledek bercanda layaknya teman sebaya, dan saling memberi semangat layaknya sahabat. Namun, entah kenapa dia selalu terlihat lebih bijak dibanding teman-teman facebook yang lain.
Tak pernah sekalipun statusnya berisi keluhan-keluhan ke apapun atau hujatan-hujatan ke siapapun. Kalimat-kalimat penyemangat dari tokoh-tokoh dunia selalu menghiasi statusnya. Juga hampir semua komentar-komentarnya.
 “Curhatlah hanya kepada Tuhanmu,” komentarnya dulu ketika Ayahku meninggal dunia. Aku hanya menatap kalimat itu datar. Berbulan-bulan kemudian baru bisa kuresapi maknanya. “Terimakasih banyak kawan. Aku lebih bersemangat sekarang :),” balasku.
***
“Bapak,” sapaku suatu hari lewat chat.
“Jangan panggil Bapak atuh. Keliatan tua. hehe..#padahal emang.”
“Emm, jadi apa? Mas aja gitu? (tapi gak cocok deh..wkwkwk).”
“=,=.”
“Hehehe... Kalau Ayah gimana?”
“Hemm...Kenapa Ayah?”
Ku sign-off chat itu. “Aku rindu Ayah,” jawabku lirih.
Sejak obrolan itu, tak pernah sekalipun aku menyinggung-nyinggung panggilan apa yang harus aku sematkan padanya. Maka, terkadang aku memanggilnya Mas,  Aa,  Uda, atau apapun yang aku rasa mengakrabkan dan sopan.
Ia orang yang ramah. Lumayan gaul untuk ukuran bapak-bapak.
“Pertamax! #Hehe... Selamat ulang tahun! Semoga sisa umurnya berkah... Ingat, 1 hela napas, 1 langkah menuju kematian :)” ucapnya di wall facebook-ku. Hari ulangtahunku dan dia orang pertama yang mengirim ucapan.
“Makasih gan! Ane kasih cendol deh...haha....” balasku.
“Thx Mimin. Ini udah bela-belain bangun tengah malem lho biar jadi yang pertama. Hohoho..”. Aku tersenyum geli. Kemudian membuka profilnya, melihat tanggal lahirnya. Hmm, bulan depan ternyata.
“Oke, aku juga harus jadi yang pertama kasih ucapan,” batinku.
Maka, sebulan kemudian tepat pukul 00.00 ucapan itu kuketik, buru-buru, dengan tambahan gambar kue ulang tahun dengan lilin angka 36 diatasnya.
00.03. Share.
“Hehehe...Semoga aku yang pertama” kataku dalam hati. Melihat-lihat post dibawah post-ku. Belum ada yang mengucap selamat ulang tahun. Yes!
Melihat-lihat lagi....
DEG!
Mataku terpaku ke satu post. Mengerutkan kening tak mengerti. Melihat-lihat lagi ke bawah. Terus dan terus....
“Gak mungkin....” gumamku. Mencari post lain yang mungkin tak senada dengan kalimat tadi. Terus mencari kebawah.
Dan semuanya sama.
“Kanker? Kenapa dia gak pernah cerita....” tanyaku lirih dalam hati. Mengingat-ingat lagi apakah mungkin aku yang tak sadar ia mengeluh? Tidak. Ia tak pernah mengeluh.
Tak tahan lagi mata ini membaca kalimat-kalimat lainnya. Buru-buru kembali ke halaman atas, menghapus ucapan selamat ulang tahun tadi. Membuat ucapan baru.
“Selamat jalan Sahabat Keybordku. Menjadi temanmu adalah indah.” Share.
“Semoga Ayah tenang disisi-Nya,” ucapku lirih. Mengirim request memintanya menjadi Father. Walau aku tahu request itu tak akan pernah di-approve. Selamanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cuilan Kisah Masa Bocah (4) : Kebun-kebun Masa Kecil Kami

Ayo, Ceritakan Liburanmu!

Cuilan Kisah Masa Bocah (5) : Aku Sudah Berkepala Dua