Tak Tahu, Maka Tak Paham
Saya bukan orang penyabar. Jadi, ketika ada hal di sekitar yang
mengganggu atau tidak sesuai kehendak dan suasana hati, gampang sekali kepala
ini naik pitam. Walau tak meledak kemana-mana, tapi dari raut wajah sudah amat
terlihat bahwa saya sedang marah. Mendongkol kata orang.
Tak sedap sekali memang jika melihat wajah sendiri ketika
cemberut dan kerut kening jadi satu ketika marah. Apalagi jika badan memang
sedang lelah sehabis beraktifitas dan panas-panasan sepanjang jalan. Belum lagi
debu menempel campur keringat. Tambah bikin suasana “panas”.
Kerap ketika ada orang yang ngebut saat mengemudi, merokok
di kendaraan umum, atau membakar sampah di pagi hari saat orang-orang hilir
mudik ke kantor atau sekolah dan amat butuh udara segar, wajah ini langsung
merah. Ingin meledak, tapi tak bisa. Karena pembawaan saya yang memang tak suka
menegur langsung orang, akhirnya saya hanya diam. Menampakkan muka cemberut ke
arah orang-orang menyebalkan itu.
Dalam hati sumpah serapah yang seharusnya keluar dari mulut,
menjadi berdesak-desakan masuk ke hati.
Bingung memang bagaimana caranya mengelola perasaan sendiri.
Gampang terlihat ketika kita hanya membaca atau mendengarkan ceramah pemuka
agama yang menganjurkan sabar. Teorinya sederhana. Tapi praktiknya tak semudah
mengedipkan mata.
Suatu kali saya berjalan terburu-buru, dikejar-kejar
deadline dan harus bersusah-payah mencari waktu temu dengan pembimbing
skripsi. Badan amat capek, skripsi belum
di revisi, dan pembimbing yang entah dimana rimbanya akhirnya membuat pikiran
tak keruan. Wajah cemberut sepanjang hari dan langkah pun jadi tak tentu.
Tabrak sana-sini.
Beberapa orang menampakkan muka tak sukanya pada saya. Saya
tak acuh. “Bodo amat!” batin saya. “Gak tau apa orang lagi sibuk?”
Deg!
Ketika itulah tiba-tiba terbersit dalam pikiran: Mereka
tidak tahu. Mereka memang belum tahu. Mereka marah karena mereka tak tahu kondisi
saya dan saya pun melakukan tindakan yang sama ketika marah.
Kemudian saya mencoba berpikir jernih. Ada yang harus
dikoreksi dari sikap sebelumnya. Tak tahu, maka tak paham bukan?
Maka, semuanya memang tentang rasa sabar. Dan pikiran baik.
Mencoba memahami keadaan orang walau tak terlihat langsung di depan mata.
“Mungkin ada anggota keluarganya yang sakit sehingga ia
harus buru-buru ke rumah sakit.” atau “mungkin ia sedang ingin pipis?” begitu
terka saya dalam hati, ketika ada yang ugal-ugalan membawa kendaraan, mencoba
mencari kemungkinan-kemungkinan hal yang mungkin sebenarnya tak diketahui orang
banyak. Yang membuat kita hanya menilai kelakuan orang lain dari luar.
Lalu ketika ada yang merokok di tempat umum, “Mungkin bapak
ini belum membaca peraturan yang tertulis di sini, atau ia lupa kali ya?
Biasalah orang tua,” batin saya.
Walau keadaan sesungguhnya tak seperti itu, tapi terbukti
hati ini jadi lebih lapang. Pikiran jadi lebih tenang dan senyum pun jadi lebih
mengembang.
Tak mudah memang mengawalinya. Tapi, tak ada ruginya dicoba.
Think positive!
Komentar
Posting Komentar